Semakin lapuk. Namun aku tetap senantiasa melukis hadirmu pada kanvas - kanvas usang yang
bergelimpangan di ruang hati, yang ku tetapkan dia sebagai singgasanamu. Tak peduli kau tahu
atau tidak. Tak peduli kau setuju atau tidak. Aku tetap lukiskan hadirmu yang senantiasa mengurai
senyum, menebarkan suka, memapah segala gulana yang sering mengintimidasiku pada
keterpurukan rasa.
Ah, mengapa waktu tidak memihakku. Membiarkan dalam kegersangan gurun yang kering. Atau
membiarkanku beku pada dinginnya kristal - kristal kutub nan menawan.
Aku hanya dapat merasaimu. Menjilati bekas luka parut yang masih tersisa di jiwamu. Menyirami
mimpi - mimpi dengan linangan airmataku, kepedihanku.
Lantas apa yang dapat kita lakukan jika kala semakin detik semakin menua...??
Menanti....??
Usang... dan semakin usang bingkai jiwaku. Namun asa yang selalu tersiram rindu kian mengakar.
Menggenggam erat di setiap bulir impian yang telah mendarah daging.
Kita hanya dapat mengisahkan pada musim. Melantunkannya di keheningan malam. Dan
membisikkan pada raya.....
Ada asa, yang tak mekarkan di setiap kuncup mimpi-mimpi semesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar