Aku melihatnya. Masih seperti kemarin siang, aku melihatnya duduk di
atas trotoar pinggir jalan. Wajah keriput dan kulit legamnya seakan
menceritakan betapa keras kehidupan yang pernah dilaluinya. Topi bundar
lusuh yang sedikit terkoyak seakan tak mampu melindungi kepala rapuhnya
dari sengatan matahari bulan Mei.
Dengan tongkat ala kadarnya sebagai penopang tubuhnya (mungkin juga sebagai penopang hidupnya) ditemani wadah plastik bekas sabun yang digunakan sebagai penampung uang receh yang diberikan oleh para penderma yang masih peduli meliriknya (karena para dermawan sekarang lebih suka menyalurkan sebagian rizkinya melalui suatu lembaga sosial yang sudah sangat menjamur di kota tempat tinggalku ini,dengan beragam penawaran dan fasilitas yang dijanjikan melalui buletin atau spanduk dan alat promosi lainnya) duduk bersandar pada tembok sebuah bangunan yang katanya adalah bekas sebuah kantor apa aku lupa.Hmm, ternyata bajunya sudah ganti. Walaupun masih terlihat kumal dan lusuh. Matanya menatap kosong ke jalan raya. Kadang - kadang saja dia menatap lekat pada beberapa pengguna jalan yang melintas di depannya.
Dengan tongkat ala kadarnya sebagai penopang tubuhnya (mungkin juga sebagai penopang hidupnya) ditemani wadah plastik bekas sabun yang digunakan sebagai penampung uang receh yang diberikan oleh para penderma yang masih peduli meliriknya (karena para dermawan sekarang lebih suka menyalurkan sebagian rizkinya melalui suatu lembaga sosial yang sudah sangat menjamur di kota tempat tinggalku ini,dengan beragam penawaran dan fasilitas yang dijanjikan melalui buletin atau spanduk dan alat promosi lainnya) duduk bersandar pada tembok sebuah bangunan yang katanya adalah bekas sebuah kantor apa aku lupa.Hmm, ternyata bajunya sudah ganti. Walaupun masih terlihat kumal dan lusuh. Matanya menatap kosong ke jalan raya. Kadang - kadang saja dia menatap lekat pada beberapa pengguna jalan yang melintas di depannya.
Hari ini dia mendapat lemparan uang receh lima ratusan dari seorang
bocah yang memakai baju seragam putih merah. Syukurlah, kau masih
memiliki secuil jiwa empati nak..pujiku pada seorang bocah perempuan
berambut ikal dengan bando merah di kepalanya. Matanya tak lepas
memandang laki - laki tua yang baru saja dilempari uang receh lima
ratusan olehnya. Apa yang kau pikirkan sayang ? tanyaku menerka jalan
pemikiran bocah imut nan penderma itu. Sambil berlalu dan sesekali
masih menoleh pada sosok yang baru saja dilempari uang receh lima
ratusan itu, ia tersenyum. Wow..! pemandangan yang jarang sekali ku
tahu. Cepat kualihkan bola mataku pada laki - laki tua itu.
Ouw..ternyata dia memberikan senyum termanisnya pada bocah perempuan
imut itu sambil mengangguk tanda terima kasih (mungkin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar